DIA ADALAH Zainab binti Jahsy bin Riab bin Ya’mar Al-Asadiyah, dari Bani Asad bin Khuzaimah Al-Mudhari. Ibunya bernama Umayyah binti Abdul Muthalib bin Hasyim, dan paman-pamannya adalah Hamzah dan Al-Abbas, keduanya adalah anak Abdul Muthalib.
Zainab termasuk wanita yang taat dalam beragama, wara’, dermawan, dan baik.
Selain itu, dia juga dikenal mulia dan cantik, serta termasuk wanita terpandang
di Makkah. Nama aslinya adalah Barrah, namun Nabi Muhammad SAW menyebutnya
Zainab. Dinyatakan dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim, dari Zainab binti Abu
Salamah, dia berkata, “Namaku adalah Barrah, akan tetapi Rasulullah kemudian
memberiku nama Zainab.” (HR. Muslim dalam Al-Adab, 14/140).
Zainab memeluk Islam di Makkah dan sempat mengalami siksaan dari
orang-orang kafir Quraisy. Namun dia tetap bersabar dan mengharapkan ridha
Allah, hingga akhirnya dia ikut berhijrah ke Habasyah (Ethiopia). Bersama kaum
muslimin lainnya, Zainab kembali ke Makkah, hingga akhirnya Allah
mengizinkannya untuk berhijrah ke Madinah Al-Munawwarah. Zainab termasuk wanita
yang pertama kali berhijrah dan memiliki sikap patriot yang diabadikan
dalam buku-buku sejarah.
…Zainab memiliki sikap patriot yang diabadikan dalam buku-buku
sejarah…
Ketaatannya kepada Allah
Zaid adalah salah seorang hamba sahaya milik Khadijah binti Khuwailid.
Ketika Rasulullah menikahi Khadijah, dia memberikan Zaid binti Haritsah kepada
beliau. Dan itu terjadi sebelum masa kenabian Muhammad. Zaid kemudian tinggal
di rumah Nabi Muhammad. Kemudian keluarga Zaid mencarinya ke Makkah, dan ingin
menebusnya. Mereka datang kepada Nabi untuk memintanya dari beliau. Kemudian
beliau memberi pilihan kepadanya antara tetap tinggal bersama beliau atau ikut
keluarganya. Zaid lebih memilih untuk bersama Nabi daripada harus bersama
keluarganya.
Rasulullah lantas keluar ke tempat Hajar Aswad, dan bersabda, “Wahai
hadiri sekalian, saksikanlah bahwa Zaid adalah anakku, dia mewarisiku dan aku
mewarisinya.” Beliau memanggilnya dengan Zaid bin Muhammad, hingga turunlah
firman Allah:
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu” (Al-Ahzab 5).
Nabi Muhammad sangat menyayangi Zaid. Ketika Zaid telah memasuki usia
menikah, beliau memilihkan Umamah (Zainab), anak perempuan dari bibinya. Namun
Zainab dan saudaranya, Abdullah, tidak menyetujui pernikahan itu. Zainab
berkata kepada Rasulullah, “Aku tidak rela akan diriku, sedangkan aku adalah
gadis Quraisy.” Namun Nabi menghendaki agar Zainab dan Abdullah mau menerima
pernikahan itu.
…Ketaatan,
keridhaan, dan keikhlasan Zainab merefleksikan kekuatan iman dan relasinya yang
baik dengan Allah…
Nabi berkata kepada Zainab, “Nikahilah dia, sesungguhnya aku telah
meridhainya untukmu.” Sebelum Zainab ragu tentang pernikahan ini, Allah
menurunkan firman-Nya:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata” (Al-Ahzab 36).
Setelah ayat tersebut diturunkan, Zainab dan saudaranya berkata, “Kami
menyetujui, wahai Rasulullah.” Zainab berkata, “Aku telah menyetujui untuk
dinikahkan, wahai Rasulullah.” Beliau kemudian bersabda, “Aku Telah
merestuimu.” Zainab kembali berkata, “Jadi, aku tidak berbuat maksiat
kepada Allah dan Rasul-Nya, karena engkau telah menikahkannya denganku.”
Dengan sikapnya ini, Zainab telah memberikan contoh yang terbaik bagi kita
dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Demikian, seharusnya sikap
yang wajib dilakukan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Menolak ketetapan dan hukum
yang ditentukan Allah dan Rasul-Nya merupakan perilaku yang buruk, keras hati,
serta tidak sesuai dengan sikap yang diajarkan Islam. Ketaatan, keridhaan, dan
keikhlasan Zainab merefleksikan kekuatan iman dan relasinya yang baik dengan
Allah.
…Zainab telah
memberikan teladan terbaik dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Demikian, seharusnya sikap yang wajib dilakukan terhadap Allah dan Rasul-Nya...
Menjaga Lisan dari Kesalahan
Setelah berpisah dengan Zaid, Zainab kemudian dinikahi oleh Rasulullah.
Dengan demikian, dia menempati kedudukan mulia, karena menjadi bagian dari
Ummahatul Mukminin. Bahkan, Aisyah pernah berkata, “Tidak ada seorang pun dari
istri-istri Nabi yang kedudukannya menyamaiku di sisi beliau selain Zainab.”
Sekalipun tampak ada persaingan antara Zainab dan Aisyah dalam mendapatkan
kasih sayang Rasulullah, namun Zainab tetap membela Aisyah pada peristiwa
tuduhan kebohongan (haditsul-ifki). Aisyah berkata, “Tidak ada seorang
pun dari istri-istri Nabi yang kedudukannya menyamaiku di sisi beliau selain
Zainab. Zainab telah dilindungi Allah dalam agama, sehingga dia tidak
mengatakan kecuali yang baik.
Dalam suatu riwayat dari Aisyah, dia berkata, “Rasulullah bertanya kepada
Zainab binti Jahsy tentang masalahku, dan beliau berkata kepada Zainab, “Apa
yang engkau ketahui atau bagaimana pendapatmu?” Dia menjawab, “Wahai
Rasulullah, aku melindungi pendengaranku dan penglihatanku. Demi Allah, aku
tidak mengetahui kecuali yang baik.” Aisyah berkata, “Dialah yang menyamaiku
dari istri-istri Nabi, maka Allah melindunginya dengan sikap wara’.”
Memang Allah telah melindunginya dan menjaga lisannya dari
berkomentar buruk tentang Aisyah. Sikap ini merupakan sikap patriotik
yang sungguh luar biasa. Kendati antara Aisyah dan Zainab seakan-akan terselip
persaingan dalam mendapatkan kasih sayang Rasulullah, namun Zainab dengan besar
hati membela madunya. Dia tidak menggunakan kesempatan itu untuk berkomentar
tentang kehormatan Aisyah, dan tidak pula ada keinginan untuk
menjelek-jelekkannya. Hendaknya muslimah belajar darinya bagaimana seharusnya
menjalin hubungan dengan sesamanya.
…Zainab tidak
memiliki kedengkian. Hendaknya muslimah belajar darinya bagaimana seharusnya
menjalin hubungan dengan sesamanya..
Zainab tidak memiliki kedengkian kepada Aisyah. Islam telah mengajarkan
kepada kita untuk toleran. Dengan kata lain, hubungan dengan sesama harus
dibangun di atas dasar cinta, hormat, kasih sayang, dan keikhlasan. Dengan
demikian, kehidupan akan berjalan sesuai dengan yang diridhai Allah dan
Rasulullah.
Berinfak di Jalan Allah
Setelah Rasulullah wafat, Zainab konsisten untuk tetap tinggal di rumahnya
untuk beribadah kepada Allah. Dia mengalami masa pemerintahan Khalifah Abu
Bakar Ash-Shiddiq dan Khalifah Umar bin Al-Khatthab., Umar kerap memberikan
tunjangan hidup kepada setiap istri Rasulullah sebanyak dua belas ribu Dirham.
Ketika Ummul Mukminin Zainab menerima tunjangan itu dari Umar, dia tidak
menyisakan satu Dirham pun untuk dirinya. Dia menginfakkannya secara keseluruhan
kepada kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Suatu ketika Umar bin
Al-Khatthab mengirimkan kepadanya harta dalam jumlah banyak. Zainab lalu
berkata, “Semoga Allah mengampuni Umar. Ummahatul Mukminin selain aku, lebih
dermawan dalam membagi-bagikan harta ini.” Dikatakan kepadanya, “Semua harta
ini untukmu.”
Zainab kemudian berkata, “Mahasuci Allah Yang Mahaagung.” Dia lalu menutupi
harta itu dengan sebuah kain. Dia berkata, “Bungkuslah dengan kain.” Dia lalu
menyuruh Barzah binti Rafi’, sembari berkata, “Wahai Barzah, masukkan tanganmu,
lalu ambillah segenggam darinya dan bawalah kepada Fulan, kemudian kepada Bani
Fulan.”
Zainab kemudian menyebutkan orang-orang dari kerabatnya, anak-anak yatim
yang dikenalnya, dan orang-orang miskin. Barzah binti Rafi’ berkata, “Semoga
Allah mengampuni dosamu, wahai Ummul Mukminin. Demi Allah sesungguhnya kita
memiliki hak dalam dirham-dirham itu.” Zainab berkata, “Apa yang ada di bawah
kain itu adalah milik kalian.”
Barzah berkata, “Kami lalu menghitung harta itu dan kami mendapatkannya
sejumlah 1285 Dirham.” Zainab kemudian mengangkat tangannya ke langit dan
berkata, “Ya Allah, semoga aku tidak lagi mendapatkan pemberian Umar setelah
tahun ini.” Allah mengabulkan doa kezuhudannya, dan dia pun wafat pada tahun
itu.
…Zainab dikenal
sebagai wanita yang mulia, dermawan, dan selalu berlomba-lomba dalam kebaikan.
Keagungan sikapnya mengindikasikan kekuatan iman dan hubungannya dengan Allah…
Demikianlah, kita menyaksikan sosok Zainab yang melihat harta sebagai fitnah.
Dia dikenal sebagai wanita yang mulia, dermawan, dan selalu berlomba-lomba
dalam kebaikan. Dia juga menjalin hubungan baik dengan para kerabat dan sanak
keluarganya. Alangkah agung sikapnya dalam kehidupan. Hal itu mengindikasikan
kekuatan iman dan hubungannya dengan Allah. [ganna pryadha/voa-islam.com]